Lisan
Ia adalah bagian dari tubuh
kita dimana ketajamannya melebihi pedang yang sangat tajam. Mengapa demikian?
Setajam-tajamnya pedang yang mengenai tubuh kita, paling tidak bisa disembuhkan
atau bahkan mati sekalian. Sasaran dari ketajaman lisan tidak meliputi bagian
eksternal anggota tubuh kita melainkan bagian internal (hati dan perasaan) lah
yang menjadi mangsanya. Ketika kita salah menggunakan atas ketajaman lisan,
maka perasaan orang lain yang menjadi korbannya, alhasil; ia akan tersakiti dan
sebagai kaum muslim tidak boleh saling menyakiti hati antar sesamanya.
Selain orang lain yang menjadi
korban dari ketajaman lisan, diri kita merupakan korban yang abstrak dari
kesemuanya. Bagaimana tidak? Lisan yang diciptakan oleh Allah SWT ini, perlu pengawasan
dan pengontrolan ketat, jika tidak demikian maka ia akan liar, dalam artian
maka dengan mudahnya ia akan menyakiti
hati orang lain, dengan mudahnya pula ia akan menebarkan aib orang lain dan
mirisnya lagi, seringkali kedua hal tersebut dilakukan tanpa sadar oleh kita.
Astaghfirullahal’adziim, karena kelalaian kita, sesuatu yang seharusnya
digunakan untuk bertutur kata tentang kebaikan ternyata kita salah
menggunakannya. Dan karena kecerobohan kita dalam berucap memudahkan kita dekat
dengan api neraka.
Faktor yang mempengaruhi
liarnya lisan kita diantaranya; Diri sendiri dan lingkungan sosial. Jika dari
diri kita saja tidak bisa mengendalikannya, bagaimana mungkin ia yang tajamnya
melebihi pedang itu bisa jinak (untuk mengucapkan hal-hal baik). Selanjutnya,
lingkungan sosial merupakan faktor yang mempengaruhi upaya penjinakannya, ketika kita bersosialisasi dengan lingkungan
yang baik, insyaallah lisan yang rawan ini mampu bertutur kata yang
semestinya (hal-hal baik), dan sebaliknya.
Wallahua’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar